Nenek
moyang kita ( ras Melayu sub etnik dari ras Mongoloid ) dari sebuah
versi mengatakan berasal dari daerah Yunan, Cina Selatan dan wilayah
Indocina yang kemudian menyebar ke seluruh kepulauan di Nusantara
melalaui beberapa jalur. Salah satu kelompok lalu singgah dan menetap di
Pulau Sulawesi. Mereka kemudian masuk ke wilayah sekitar aliran Sungai
Saddang lalu terus ke Gunung Bambapuang. Dari sekitar Gunung Bambapuang
ini mereka terus menyebar ke Timur ke daerah Pegunungan Latimojong
hingga ke sebelah timurnya (Luwu'), ke Selatan daerah Maiwa, Wajo, ke
Barat daerah Pinrang dan Polewali Mamasa serta Tana Toraja di utara.
Kemudian
penduduk yang telah menetap di sekitar pegunungan Bambapuang ini
membangun sebuah perkampungan yang diberi nama Kampung Rura’, di sebelah
timur Gunung Bambapuang dan Kampung Tinggallung di sebelah baratnya.
Dan penduduk kampung Rura’ dan Tinggallung kemudian membangun Kampung
Papi, Kotu, Kaluppini, Bisang, Leoran, Tanete Carruk (Enrekang).
Kampung-kampung di daerah Maiwa seperti Paladang, Tapong, Limbuang,
Matajang, Pasang, dll. Kampung-kampung di daerah Duri atau Tallu Batu
Papan seperti Tontonan, Baroko, Buntu Batu, Malua, Alla. Kampung-kampung
di daerah Kab. Pinrang secara administratif hari ini, seperti Letta',
Kassa', Batu Lappa'. Kemudian dibelakang hari kampung-kampung yang
disebut tadi tergabung dalam Federasi Massenreng Bulu' atau
penyebutannya menjadi Massenrempulu' (Jejeran gunung). Selain
perkampungan tersebut penduduk asli asal Pegunungan Bambapuang membangun
juga perkampungan di Binuang, perkampungan di daerah Sa'dan Tanah
Toraja (hulu Sungai Saddang), perkampungan di timur kaki Gunung
Latimojong (Luwu') .
Ada versi juga yang menyatakan bahwa Tomanurun Guru Sellang Puang Palipada adalah nama lain dari Lakipadada yang juga adalah cucu dari Tomanurun(g) Puang Tamboro Langi’ dari Toraja.
Karena
cara berfikir Tomanurung lebih maju daripada penduduk asli maka
Tomanurung mengajar kepada penduduk asli berupa suatu kebudayaan baru
(bisa saja suatu ajaran agama) yang kemudian dijadikan adat istiadat
masyarakat setempat. To Manurung membibing cara hidup yang lebih
teratur, lalu penduduk asli membentuk kelompok yang digelari Pake’.
Pake’ kemudian berwenang mengangkat Tomanurung menjadi pimpinannya.
Tomanurung menjalankan kepemimpinannya berdasarkan kerakyatan,
kemanusiaan dan keadilan. Lambat laun seiring pergantian zaman, setelah
keturunannya menjadi pemimpin, istilah To Manurung digantikan dengan
gelaran Puang/Arung/Datu'/Karaeng/Petta/Raja, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar